Kami pengurus orang tua murid sedang menyiapkan materi untuk bertemu kepala sekolah , banyak hal yang akan disampaikan …. tiba-tiba sepulang sekolah anak saya mengeluh ….
“Sekolah ama OSIS nya parah nih …. masak kita disuruh latihan upacara sebanyak ini (hampir setiap hari selama bulan februari, red) !” gerutu anak saya sambil menyerahkan surat pemberitahuan dan permohonan izin yang ditandatangani oleh OSIS dan Wakasek bid Kesiswaan.
Esok harinya beberapa orang tua juga menghubungi saya mengeluhkan hal yang sama. Keluhan ini muncul karena mereka pada bulan Mei ini akan menghadapi Ujian Cambrige dan kami (orang tua-anak-sekolah) sepakat perlunya pendalaman materi dan try out yang berujung pada bertambahnya waktu sekolah anak setiap hari hingga hari sabtu.
Disamping itu, orang tua juga sepakat anak-anak mendapatkan bimbingan tes tambahan dari lembaga di luar sekolah agar mendapatkan hasil yang optimal. Waktu untuk bimbingan tes ini saja kami masih terus berdiskusi agar anak-anak tidak lelah belajar dan masih bisa menikmati masa remajanya.
“Baiklah bu, karena agenda pertemuan cukup banyak, nanti ibu saja yang menyampaikan keluhan ini kepada kepala sekolah saat pertemuan besok” begitu kata saya kepada salah satu ibu pengurus yang juga mengeluhkan latihan upacara ini. Saya sendiri akan tetap fokus pada agenda yang saya rasa lebih penting.
Saat pertemuan dengan kepsek dan teamnya, bersyukur suasana sangat kondusif ….. Pihak sekolah berjanji memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dan juga akan membangun sistem komunikasi yang lebih baik antara sekolah, orang tua dan anak.
Saat ibu pengurus menyampaikan keluhannya mengenai latihan upacara yang setiap hari…. KepSek mengatakan : “maaf bu ini memang sudah tradisi sekolah, kalau kelas anak bapak/ibu tidak diikutsertakan nanti terkesan eksklusif”.
Kemudian sayapun membantu menjelaskan keberatan para orang tua dengan inti sbb :
1. Walaupun itu tradisi, mohon ditinjau tujuannya…. sesuai atau tidak. respon sekolah: tujuannya meningkatkan kedisiplinan.
2. Kalau tujuan kedisiplinan, apakah hanya dengan cara ini ? yakinkah setelah acara ini kedisiplinan anak-anak meningkat ? adakah cara yang lebih sesuai dengan kondisi yang dihadapi saat ini ?
3. Mohon kita lihat masalah lebih proporsional. Saat ini mana yang menjadi prioritas dalam keterbatasan waktu anak-anak ? minimal skedulnya disesuaikan…
4. Kenapa takut ekslusif kalau nyatanya ini memang kelas khusus ? dan tradisi ini memang dibuat sebelum ada kelas khusus ini ….
5. Mohon kegiatan ini jangan jadi perpeloncoan terselubung ….
Mendengar tekanan dari orang tua seperti itu…. kepala sekolahpun meresponnya dengan bijak : “…baiklah bapak/ibu, penjelasan bapak/ibu sangat rasional dan kami memakluminya, nanti kami coba bicarakan dengan bid kesiswaan dan osis”.
Beberapa hari kemudian….. sepulang saya dari kantor , anak saya menyampaikan …
“Ayah, gara-gara ayah sama pengurus nih … kita nggak boleh ikut latihan upacara …. tapi temen-temen semua menolak…. kita semua tetep ingin ikut !”
“lho, gimana sih ? waktu itu kan kamu sama temen-temen yang nggak mau ikut ?” tanya saya terheran-heran.
“iya, tapi waktu itu kan akhirnya sempet latihan, trus anak-anak kayaknya pada seneng, jadi kita tetep ingin ikut….” jawabnya enteng saja.
Onde mande…….. itulah kelakuan anak-anak SMUN Favorit Kelas International